Dimulai dari aku SMA aku sudah berpacaran dengan kakak kelasku begitu juga hingga aku menamatkan pendidikan sarjana sampai bekerja hingga saat ini. Satu pengalaman yang tak terlupakan adalah ketika aku berpacaran dengan seorang janda beranak tiga.Demikian kisahnya, suatu hari ketika aku berangkat kerja dari Tomang ke Kelapa Gading, aku tampak terburu-buru karena waktu sudah menunjukkan pukul 07.45. Sedangkan aku harus sampai di kantor pukul 08.30 tepat. Aku terpaksa pergi ke Tanah Abang dengan harapan lebih banyak kendaraan di sana.Sia-sia aku menunggu lebih dari 15 menit akhirnya aku putuskan aku harus berangkat dengan taxi. Ketika taxi yang ku stop mau berangkat tiba-tiba seorang wanita menghampiriku sambil berkata, “Mas, mau ke Pulo Gadung ya?” tanyanya, “Saya boleh ikut nggak? soalnya udah telat nich.”
Akhirnya aku perbolehkan setelah aku beritahu bahwa aku turun di Kelapa Gading. Sepanjang perjalanan kami bercerita satu sama lain dan akhirnya aku ketahui bernama Sendy, seorang janda dengan 3 orang anak dimana suaminya meninggal dunia. Ternyata Sendy bekerja sebagai Kasir pada sebuah katering yang harus menyiapkan makanan untuk 5000 buruh di Kawasan Industri Pulo Gadung.Aku menatap wanita di sebelahku ini ternyata masih cukup menggoda juga. Sendy, 1 tahun lebih tua dari aku dan kulit yang cukup halus, bodi yang sintal serta mata yang menggoda. Setelah meminta nomor teleponnya aku turun di perempatan Kelapa Gading. Sampai di kantor aku segera menelepon Sendy, untuk mengadakan janji sore hari untuk pergi ke bioskop.Tidak seperti biasanya, tepat jam 05.00 sore aku bergegas meninggalkan kantorku karena ada janji untuk betemu Sendy. Ketika sampai di Bioskop Jakarta Theater, tentunya yang sudah aku pilih, kami langsung antri untuk membeli tiket. Masih ada waktu sekitar 1 jam yang kami habiskan untuk berbincang-bincang satu sama lain.Selama perbincangan itu kami sudah mulai membicarakan masalah-masalah yang nyerempet ke arah seks. Tepat jam 19.00, petunjukan dimulai aku masuk ke dalam dan menuju ke belakang kiri, tempat duduk favorit bagi pasangan yang sedang dimabuk cinta.Pertunjukan belum dimulai aku sudah membelai kepala Sendy sambil membisikkan kata-kata yang menggoda. “Sendy, kalau dekat kamu, saudaraku bisa nggak tahan,” kataku sambil menyentuh buah dadanya yang montok. “Ah Mas, saudaranya yang di mana?” katanya, sambil mengerlingkan matanya.
Melihat hal itu aku langsung melumat habis bibirnya sehingga napasnya nampak tersengal-sengal. “Mas, jangan di sini dong kan malu, dilihat orang.” Aku yang sudah terangsang segera mengajaknya keluar bioskop untuk memesan taxi. Padahal pertunjukan belum dimulai hanya iklan-iklan film saja yang muncul.
Setelah menyebutkan Hotel **** , taxi itupun melaju ke arah yang dituju. Sepanjang perjalanan tanganku dengan terampil meremas buah dada Sendy yang sesekali disertai desahan yang hebat. Ketika tanganku hendak menuju ke vagina dengan segera Sendy menghalangi sambil berkata,“Jangan di sini Mas, supir taxinya melihat terus ke belakang.” Akhirnya kulihat ke depan memang benar supir itu melirik terus ke arah kami. Sampai di tempat tujuan setelah membayar taxi, kami segera berpelukan yang disertai rengekan manja dari Sendy, “Mas Ron, kamu kok pintar sekali sih merangsang aku, padahal aku belum pernah begini dengan orang yang belum aku kenal.”Seraya sudah tidak sabar aku tuntun segera Sendy ke kamar yang kupesan. Aku segera menjilati lehernya mulai dari belakang ke depan. Kemudian dengan tidak sabarnya dilucutinya satu persatu yang menempel di badanku hingga aku bugil ria. Penisku yang sudah menegang dari tadi langsung dalam posisi menantang Sendy.Kemudian aku membalas melucuti semua baju Sendy, sehingga dia pun dalam keadaan bugil. Kemudian dengan rakus dijilatinya penisku yang merah itu sambil berkata, “Mas kontolnya merah banget aku suka.” Dalam posisi 69 kujilati juga vagina Sendy yang merekah dan dipenuhi bulu-bulu yang indah. 10 Menit, berlalu tiba-tiba terdengar suara, “Mas, aku mau keluaarr..”“Cret.. cret.. cret..”
Vagina Sendy basah lendir yang menandakan telah mencapai oragasmenya. 5 Menit kemudian aku segera menyusul, “Sendy, Sen, Mas mau keluar..”
“Crot.. crot.. crot..”
Spermaku yang banyak akhirnya diminum habis oleh Sendy.Setelah itu kami pun beristirahat. Tidak lama kemudian Sendy mengocok kembali penisku yang lunglai itu. Tidak lama kemudian penisku berdiri dan siap melaksanakan tugasnya. Dituntun segera penisku itu ke vaginanya. Pemanasan dilakukan dengan cara menggosokkan penisku ke vaginanya.Sendy mendesah panjang, “Mas, kontolnya kok bengkok sih, nakalnya ya dulunya?” Tidak kuhiraukan pembicaraan Sendy, aku segera menyuruhnya untuk memasukkan penisku ke vaginanya. “Sendy, masukkan cepat! Roni tidak tahan lagi nih.” Sleep.. bless.. masuk sudah penisku ke vaginanya yang merekah itu.Tidak lupa tanganku meremas buah dadanya sesekali menghisap payudaranya yang besar walaupun agak turun tapi masih nikmat untuk dihisap. Goyangan demi goyangan kami lalui seakan tidak mempedulikan lagi apakah yang kami lakukan ini salah atau tidak.Puncaknya ketika Sendy memanggil namaku, “Roni.. terus.. terus.. Sendy, mau keluar..” Akhirnya Sendy keluar disertai memanggil namaku setengah berteriak, “Roni.. aku.. keluaarr..” sambil memegang pantatku dan mendorongnya kuat-kuat.Tidak berselang lama aku pun merasakan hal sama dengan Sendy, “Sen.. ah.. ah.. tumpah dalam atau minum Sen..” kataku. Terlambat akhirnya pejuku tumpah di dalam, “Sen.. kamu hebat.. walaupun sudah punya 3 anak,” kataku sambil memujinya.
Akhirnya malam itu kami menginap di hotel ****. Kami berpacaran selama 1 tahun, walaupun sudah putus, tetapi kami masih berteman baik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar